TEMPO.CO, Jakarta
-Pengakuan mengejutkan disampaikan Mujianto, tersangka pembunuhan berantai di
Nganjuk, Jawa Timur. Pemuda berusia 21 tahun ini mengaku telah meracuni 15
teman kencannya sesama gay sejak 2011.
Dalam sesi wawancara di Markas Kepolisian Resor Nganjuk,
Rabu 15 Febaruari 2012, Mujianto mengaku meracuni mereka karena dianggap
selingkuhan Joko Suprapto. Joko yang berusia 49 tahun adalah seorang duda
majikan sekaligus kekasihnya. “Semua yang berhubungan dengan Pak Joko,” kata
Mujianto saat menjelaskan seluruh korbannya, Rabu 15 Februari 2012.
Mujianto mengaku cemburu kepada orang-orang yang berhubungan
dengan Joko. Karena itu dia berusaha mencelakai mereka dengan cara dijebak dan
diracun. Kepada polisi Mujianto mengaku tak berniat membunuh. “Hanya mengerjai
saja biar kapok,” katanya.
Sebelum melancarkan aksinya, Mujianto mencuri semua nomor
telepon calon korbannya dari telepon seluler Joko. Selanjutnya dia menghubungi
mereka satu per satu dengan dalih ingin berkenalan. Modus ini cukup efektif
mengingat hampir semua korbannya berdomisili di luar Kabupaten Nganjuk.
Setelah merasa cukup dekat, Mujianto mengajak korban bertemu
muka di Nganjuk. Setibanya di terminal bus Nganjuk, para korban dijemput
Mujianto dengan sepeda motor untuk diajak jalan-jalan. Dalam perjalanan
tersebut Mujianto sempat melakukan hubungan badan di tempat-tempat umum. Di
antaranya areal persawahan hingga toilet Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU).
Usai berkencan, Mujianto mengajak mampir ke warung untuk
makan dan minum. Saat itulah dia meracuni minuman korban hingga sekarat. Setelah
korbannya lemas, dia memboncengnya lagi dan menurunkan di rumah warga. Kepada
pemilik rumah Mujianto mengaku akan memanggil dokter sebelum akhirnya
menghilang.
Kepala Kepolisian Resor Nganjuk Ajun Komisaris Besar Anggoro
Sukartono masih menyelidiki pengakuan tersebut. Saat ini polisi masih fokus
pada empat korban tewas dan dua korban selamat untuk melengkapi pemeriksaan.
“Kami masih akan selidiki sembilan korban lainnya,” katanya.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang merasa kehilangan
anggota keluarga untuk menghubungi polisi. Sebab hingga saat ini masih terdapat
dua jenazah yang belum teridentifikasi di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri.
Sementara dua korban lainnya sudah diketahui sebagai Basori, 42 tahun, warga
Pacitan dan Ahya, 30 tahun, warga Situbondo.
Berikut data kejahatan Mujianto
berdasarkan data dari Polres Nganjuk:
1. TKP
di Kecamatan Prambon pada 12 Februari 2012,
2. TKP
di Desa Balerejo, (Prambon) September 2011,
3. TKP
di Desa Watudandang (Prambon) 8 Februari 2012,
4. TKP
di Desa Sumberkepuh (Tanjunganom) 4 Februari 2012,
5. TKP
di Desa Getas (Tanjunganom) Februari 2012,
6. TKP
di Desa Glaban (Loceret),
7. TKP
di Dusun Kendal, Kelurahan Kramat, (Kota Nganjuk) Februari 2012,
8. TKP
di Desa Patihan (Loceret),
9. TKP
di Desa Ngepeh (Loceret),
10. TKP di Desa
Kwagean (Loceret) 8 Januari 2012,
11. TKP di Desa
Jatirejo (Loceret) Februari 2012,
12. TKP di Desa
Ngepeh (Loceret) Bulan Puasa 2011,
13. TKP di
Loceret pada 2011,
14. TKP di
Kelurahan Ploso, (Kota Nganjuk) September 2011,
15. TKP di
Kelurahan Bogo (Kota Nganjuk) pada 2011.
Identifikasi:
Untuk
menentukan kriteria Mujianto termasuk normal (memiliki hambatan psikologis)
atau abnormal (memiliki gangguan psikologis) adalah sebagai berikut:
- Disfungsi Psikologis : menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan ; integrasi aspek kognitif,afektif,konatif/psikomotorik.
- Distres ; Impairment (Hendaya) è menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik or psikologis.
- Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan) è Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Secara Psikologis, Mujianto pada aspek kognitif yaitu
mengalami distorsi kognitif karena hanya masalah kecil dimulai dari cemburu terhadap
Joko Suprapto, majikan sekaligus pasangannya yang memiliki beberapa teman dekat.
Mujianto tidak tanggung-tanggung meracuni korban hingga meninggal dengan sebelumnya
diajak berkenalan, berjalan-jalan di Nganjuk bahkan sampai berhubungan badan
dengan korbannya. Di dalam mindset Mujianto, orang-orang yang terlalu dekat berhubungan
dengan Joko Suprapto akan membahayakan dirinya karena takut posisi Mujianto
sebagai kekasih Joko Suprapto akan tersingkir dan tidak akan mendapatkan
perhatian secara utuh dari kekasihnya tersebut. Secara afektif Mujianto merasa
cemas dan merasa takut jika ada orang yang terlalu dekat dengan Joko oleh sebab
itu, Mujianto nekat meracuni hingga korban tewas. Secara konatis Mujianto
menyembunyikan gelagat sebagai homoseksual di depan warga (khalayak ramai) namun
ketika ada orang yang terlalu dekat dengan pasangannya, subjek ingin “mengerjai”
korban dengan diajak berkenalan, berhubungan badan bahkan sampai meracuni
melalui makanan dan minuman hingga meninggal.
Distres; impairment (hendaya) secara fisik subjek tidak melumpuhkan dirinya
sendiri/tidak merusak dirinya menjadi lemah/tidak berdaya. Namun subjek secara
psikologis subjek memiliki rasa cemas dan ketakutan yang mendalam jika ada
orang yang memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan pasangannya, memiliki
rasa negative thinking yang
berlebihan tidak diselidiki apakah hubungan orang-orang tersebut hanya memiliki
hubungan di pekerjaan atau sudah di luar pekerjaan dengan Joko Suprapto bahkan
jika orang-orang tersebut mengetahui hubungan antara Mujianto dan Joko Suprapto
yang homoseksual akan tersebarluas ke masyarakat luas.
Reaksi atipikal karena di lingkungan masyarakat luas “homoseksual”
dianggap awam dan aneh, Mujianto tidak ingin hubungan tersebut diketahui karena
nama baik mereka akan tercemar. Selain itu, hubungan “homoseksual” Mujianto
dengan Joko Suprapto terlalu overprotektif sehingga masalah sepele dimulai dari
rasa cemburu yang berlebihan yang tidak jelas mengakibatkan harus menjauhkan
orang tersebut dari Joko hingga menghilangkan nyawa orang.
Dari analysis keseluruhan subjek memenuhi tiga kriteria
abnormal.