Sabtu, 25 Februari 2012

case analysis Mujianto

TEMPO.CO, Jakarta -Pengakuan mengejutkan disampaikan Mujianto, tersangka pembunuhan berantai di Nganjuk, Jawa Timur. Pemuda berusia 21 tahun ini mengaku telah meracuni 15 teman kencannya sesama gay sejak 2011.
Dalam sesi wawancara di Markas Kepolisian Resor Nganjuk, Rabu 15 Febaruari 2012, Mujianto mengaku meracuni mereka karena dianggap selingkuhan Joko Suprapto. Joko yang berusia 49 tahun adalah seorang duda majikan sekaligus kekasihnya. “Semua yang berhubungan dengan Pak Joko,” kata Mujianto saat menjelaskan seluruh korbannya, Rabu 15 Februari 2012.
Mujianto mengaku cemburu kepada orang-orang yang berhubungan dengan Joko. Karena itu dia berusaha mencelakai mereka dengan cara dijebak dan diracun. Kepada polisi Mujianto mengaku tak berniat membunuh. “Hanya mengerjai saja biar kapok,” katanya.
Sebelum melancarkan aksinya, Mujianto mencuri semua nomor telepon calon korbannya dari telepon seluler Joko. Selanjutnya dia menghubungi mereka satu per satu dengan dalih ingin berkenalan. Modus ini cukup efektif mengingat hampir semua korbannya berdomisili di luar Kabupaten Nganjuk.
Setelah merasa cukup dekat, Mujianto mengajak korban bertemu muka di Nganjuk. Setibanya di terminal bus Nganjuk, para korban dijemput Mujianto dengan sepeda motor untuk diajak jalan-jalan. Dalam perjalanan tersebut Mujianto sempat melakukan hubungan badan di tempat-tempat umum. Di antaranya areal persawahan hingga toilet Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Usai berkencan, Mujianto mengajak mampir ke warung untuk makan dan minum. Saat itulah dia meracuni minuman korban hingga sekarat. Setelah korbannya lemas, dia memboncengnya lagi dan menurunkan di rumah warga. Kepada pemilik rumah Mujianto mengaku akan memanggil dokter sebelum akhirnya menghilang.
Kepala Kepolisian Resor Nganjuk Ajun Komisaris Besar Anggoro Sukartono masih menyelidiki pengakuan tersebut. Saat ini polisi masih fokus pada empat korban tewas dan dua korban selamat untuk melengkapi pemeriksaan. “Kami masih akan selidiki sembilan korban lainnya,” katanya.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang merasa kehilangan anggota keluarga untuk menghubungi polisi. Sebab hingga saat ini masih terdapat dua jenazah yang belum teridentifikasi di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Sementara dua korban lainnya sudah diketahui sebagai Basori, 42 tahun, warga Pacitan dan Ahya, 30 tahun, warga Situbondo.
Berikut data kejahatan Mujianto berdasarkan data dari Polres Nganjuk:
1.      TKP di Kecamatan Prambon pada 12 Februari 2012,
2.      TKP di Desa Balerejo, (Prambon) September 2011,
3.      TKP di Desa Watudandang (Prambon) 8 Februari 2012,
4.      TKP di Desa Sumberkepuh (Tanjunganom) 4 Februari 2012,
5.      TKP di Desa Getas (Tanjunganom) Februari 2012,
6.      TKP di Desa Glaban (Loceret),
7.      TKP di Dusun Kendal, Kelurahan Kramat, (Kota Nganjuk) Februari 2012,
8.      TKP di Desa Patihan (Loceret),
9.      TKP di Desa Ngepeh (Loceret),
10.  TKP di Desa Kwagean (Loceret) 8 Januari 2012,
11.  TKP di Desa Jatirejo (Loceret) Februari 2012,
12.  TKP di Desa Ngepeh (Loceret) Bulan Puasa 2011,
13.  TKP di Loceret pada 2011,
14.  TKP di Kelurahan Ploso, (Kota Nganjuk) September 2011,
15.  TKP di Kelurahan Bogo (Kota Nganjuk) pada 2011.

Identifikasi:
Untuk menentukan kriteria Mujianto termasuk normal (memiliki hambatan psikologis) atau abnormal (memiliki gangguan psikologis) adalah sebagai berikut:
  • Disfungsi Psikologis : menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan ; integrasi aspek kognitif,afektif,konatif/psikomotorik.
  • Distres ; Impairment (Hendaya) è menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik or psikologis.
  • Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan) è Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Secara Psikologis, Mujianto pada aspek kognitif yaitu mengalami distorsi kognitif karena hanya masalah kecil dimulai dari cemburu terhadap Joko Suprapto, majikan sekaligus pasangannya yang memiliki beberapa teman dekat. Mujianto tidak tanggung-tanggung meracuni korban hingga meninggal dengan sebelumnya diajak berkenalan, berjalan-jalan di Nganjuk bahkan sampai berhubungan badan dengan korbannya. Di dalam mindset Mujianto, orang-orang yang terlalu dekat berhubungan dengan Joko Suprapto akan membahayakan dirinya karena takut posisi Mujianto sebagai kekasih Joko Suprapto akan tersingkir dan tidak akan mendapatkan perhatian secara utuh dari kekasihnya tersebut. Secara afektif Mujianto merasa cemas dan merasa takut jika ada orang yang terlalu dekat dengan Joko oleh sebab itu, Mujianto nekat meracuni hingga korban tewas. Secara konatis Mujianto menyembunyikan gelagat sebagai homoseksual di depan warga (khalayak ramai) namun ketika ada orang yang terlalu dekat dengan pasangannya, subjek ingin “mengerjai” korban dengan diajak berkenalan, berhubungan badan bahkan sampai meracuni melalui makanan dan minuman hingga meninggal.
Distres; impairment (hendaya) secara fisik subjek tidak melumpuhkan dirinya sendiri/tidak merusak dirinya menjadi lemah/tidak berdaya. Namun subjek secara psikologis subjek memiliki rasa cemas dan ketakutan yang mendalam jika ada orang yang memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan pasangannya, memiliki rasa negative thinking yang berlebihan tidak diselidiki apakah hubungan orang-orang tersebut hanya memiliki hubungan di pekerjaan atau sudah di luar pekerjaan dengan Joko Suprapto bahkan jika orang-orang tersebut mengetahui hubungan antara Mujianto dan Joko Suprapto yang homoseksual akan tersebarluas ke masyarakat luas.
Reaksi atipikal karena di lingkungan masyarakat luas “homoseksual” dianggap awam dan aneh, Mujianto tidak ingin hubungan tersebut diketahui karena nama baik mereka akan tercemar. Selain itu, hubungan “homoseksual” Mujianto dengan Joko Suprapto terlalu overprotektif sehingga masalah sepele dimulai dari rasa cemburu yang berlebihan yang tidak jelas mengakibatkan harus menjauhkan orang tersebut dari Joko hingga menghilangkan nyawa orang.
Dari analysis keseluruhan subjek memenuhi tiga kriteria abnormal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar