Jumat, 09 Maret 2012

Pola Asuh Patogenik



Pola Asuh patogenik adalah pola asuh yang salah, yang kurang sesuai untuk mendidik anak sehingga akan mempengaruhi diri individu anak tersebut. mau tau? Yuuk dicek aja…

1.      Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
Misalnya membelikan barang apapun untuk anaknya tanpa ada usaha sebagai reward dan terlalu overprotektif menemani sang anak bepergian karena takut kenapa-napa.

2.      Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”
Misalnya orang tua yang terlalu otoriter yang mengharuskan anak untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku.

3.      Penolakan (rejected child)
Misalnya orang tua yang tidak terlalu menginginkan anak yang terlahir di dunia ini sehingga anak menjadi bingung dan merasa ditolak kehadirannya oleh orangtuanya yang akan menyebabkan ketidakpercayaan terhadap orang tua, keluarga dan lingkungan.

4.      Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
Misalnya orang tua yang menanamkan bahwa nilai religiusitas lebih diutamakan dan harus menaatinya. Serta ada etika dan Moral yang harus dibentuk untuk menghargai keberadaan orangtua

5.      Disiplin yang terlalu keras
Misalnya Orang tua yang mengajarkan bahwa untuk tiba ke rumah setelah pulang sekolah tepat waktu, kalau telat 15 menit mendapat hukuman. Atau menyuruh belajar anak tanpa mendampingi mereka ketika mengerjakan tugas.

6.      Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan
Misalnya dari pihak ayah mengizinkan boleh pulang malam asal ada alasan yang tepat, namun dari pihak ibu melarangnya daripada pulang terlalu malam nggak enak diliat sama tetangga anak gadis lebih baik pulang sebelum adzan magrib. Hal ini akan membuat anak semakin bingung untuk menentukan pilihan yang mana yang didengarkan.

7.      Perselisihan antara ayah-ibu
Anak yang selalu melihat secara langsung orang tuanya selalu bertengkar akan terus merekam dan merekam kejadian orang tuanya tersebut sehingga membuat dirinya semakin agresif sebagai bentuk perlawanan ketidaksukaan atas peristiwa tersebut

8.      Perceraian
Anak yang menjadi korban perceraian tentu akan membawa dampak yang drastis mulai dari yang awalnya periang menjadi pendiam dan anak akan merasakan kehilangan sesuatu dari figure seorang ayah atau seorang ibu.

9.      Persaingan yang kurang sehat diantara para saudaranya (sibling rivalry)
Kakak yang menonjol di bagian akademi dan adik yang menonjol di bakat Olahraga. Salah satu orang tua lebih mengunggulkan kakaknya yang menonjol di bidang adiknya dan perhatian tercurah kepada sang kakak sedangkan adik merasa tersaingi untuk mendapatkan perhatian yang sama dari kedua orangtuanya juga.

10.  Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
Anak seringkali merekam dan meniru apa yang dilakukan oleh orang tua. Jika orang tua memberikan nilai-nilai yang uruk seperti berkata bahasa preman yang mengeluarkan bahasa kebun binatang

11.  Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
Orang tua yang terlalu menuntut anaknya menjadi a b c d dst tanpa ditunjang oleh minat bakat diri anaknya akan mendapat tekanan-tekanan yang jika tidak berhasil akan berakibat depresi atau stress. Anak yang menuntut dirinya sendiri menjadi seorang yang perfect pun itu kurang begitu baik

12.  Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik)
Anak yang memiliki orang tua yang mengalami gangguan jiwa akan cenderung membawa indikasi hambatan psikologis dalam kehidupan sehari-harinya.


       Sebagai calon orang tua, gak mau kan anak-anak kita nanti menjadi produk yang kurang berhasil? oleh sebab itu identifikasi dan cek lagi pola asuh mana yang mau dipakai.. Oia, jangan sampe deh pola asuh yang salah yang mungkin dipakai juga oleh orang tua kita masing-masing pada waktu kita kecil terulang kembali ke anak yang mengalami pola asuh yang salah.. semoga mendapat esensi dan gambaran mengenai pola asuh yang tepat untuk anak-anak kita nanti :)

Minggu, 04 Maret 2012

Panic attack (history & treatment case of Jane)

Sejarah singkat Jane

Jane lahir di sebelah Barat United States dan menghabiskan waktu kecilnya di sana. Jane memiliki dua orang kakak laki-laki dan dua orang kakak perempuan. Jane menceritakan bahwa masa kecilnya baik hingga umur 17 tahun (years old). Dia menceritakan bahwa dia merubah pemikirannya suatu waktu ketika mengunjungi keluarga temannya dan diperhatikan dan mendapat kesenjangan dari keluarganya.  

Jane melaporkan bahwa ibunya didiagnosa schizoaffective disorder dan memiliki treatment medis untuk “disorder” untuk beberapa tahun. Dia menuliskan juga bahwa ayahnya pernah dua kali bercerai dan seorang alcoholic (pemabuk). Dia mendeskripsikan siatuasinya dimana ayahnya datang dalam keadaan mabuk dan setelah memberi gajinya langsung pergi akan “memukul ibuku” dan akan melakukan “trash the house” (memaki-maki). Jane melaporkan selama memaki ayahnya akan “beat on the oldest” (memukul terhadap kakak-kakaknya) dan ketika Jane ingin mencoba menjaga kakanya, ayahnya memukul di bagian kepala. Ketika menghadapi situasi ini ibu Jane menjauh untuk keselamatan dirinya.

Jane adalah seorang kaukasian. Pada saat melakukan treatment Jane  berusia 30 tahun, sudah menikah, dan memiliki dua orang anak.  Jane bekerja paruh waktu dan sisa waktunya digunakan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan dengan komunitasnya.  Suaminya bekerja full time dan kurang mendukung apa yang dikerjakan oleh Jane.  Jane dikeluarkan dari dinas kemiliteran . Jane sebelumnya ditangan oleh PCP (Primary care physician) melalu (HMO) health maintenance organization). Jane melaporkan bahwa dia mengalami serangan panik setiap hari dengan reaksi fisiologis yang termasuk nyeri dada, sesak napas, pusing, luka bakar hidung, keringat tiba-tiba, dan mati rasa di tangan. Panic attack menyerangnya di pekerjaannya, di rumah, dan di ruang public. Jane melaporkan bahwa panic attack dimulai di tempat kerjanya. Jane menceritakan bahwa dirinya mengalami panic attack lebih dari 10 tahun. Jane sudah 7 kali ke terapis namun belum ada yang berhasil karena mengunakan pradigma psikodinamik dan pemilihan pengobatan adalah menggunakan obat anxiolytic. 

Analisis 
Selama 1 bulan lebih kriteria untuk Panic attack adalah (1) sering muncul (2) khawatir tentang konsekuensi atau implikasi dari panic attack, atau (3) perubahan perilaku yang signifikan karena panic attack. Secara fisiologis adalah nyeri dada, sesak napas, pusing, luka bakar hidung, keringat tiba-tiba, dan mati rasa di tangan.

Kriteria B adalah tidak termasuk agropobia dan panic attack tidak selalu mengunakan atau kondisi pengobatan umum (Kriteria C) atau kelainan psikiatri lainnya. dan kondisi Jane memenuhi  kriteria.

Assesment yang  dilakukan melalui pendekatan kuesioner dan tes kepribadian. Beberapa pertimbangan harus dievaluasi untuk memutuskan menggunakan instrument/pendekatan yang paling sesuai.  Dan menggunakan “an in-depth clinical interview” yang menggunakan Beck Deppression Iventory (BDI) dan Beck Anxiety Inventory (BAI) yang akan membantu mengadministrasikan sebelum dan sesudah treatment selama 4 dan 6 minggu follow up. Jane memiliki symptom kelasik dari panic disorder dan menggunakan pendekatan two –level model dari evaluasi masalah psikologis dimana mekanisme dasar psikologis akan membuat masalah dengan mood, perilaku dan kognisi.  Mekanisme dasar psikologi akan membuat Jane kehilangan control dan performance yang buruk di dalam berbagai peran.

Dari hasil diagnose BAI memiliki Score 58 dan Nilai BDI adalah 23. Nilai ini mengindikasikan bahwa Jane berada di kecemasan “extreme” dan depresi “moderate” . Jane menunjukkan tidak melakukan bunuh diri namun memiliki catatan memiliki ide untuk melakukannya.

Treatment yang dilakukan adalah hiperventilasi, pelatihan pengaturan nafs, relaksasi otot dalam, restruktusrisasi kognitif, analisis kausal. Pelatihan eksporsur, dan perencanaan masa depan. Selama pengobatan Jane memiliki pekerjaan rumah untuk melacak panic attack, kognisi negative, faktor pemicu dan self-administrated Latihan relaksasi.

Sabtu, 25 Februari 2012

case analysis Mujianto

TEMPO.CO, Jakarta -Pengakuan mengejutkan disampaikan Mujianto, tersangka pembunuhan berantai di Nganjuk, Jawa Timur. Pemuda berusia 21 tahun ini mengaku telah meracuni 15 teman kencannya sesama gay sejak 2011.
Dalam sesi wawancara di Markas Kepolisian Resor Nganjuk, Rabu 15 Febaruari 2012, Mujianto mengaku meracuni mereka karena dianggap selingkuhan Joko Suprapto. Joko yang berusia 49 tahun adalah seorang duda majikan sekaligus kekasihnya. “Semua yang berhubungan dengan Pak Joko,” kata Mujianto saat menjelaskan seluruh korbannya, Rabu 15 Februari 2012.
Mujianto mengaku cemburu kepada orang-orang yang berhubungan dengan Joko. Karena itu dia berusaha mencelakai mereka dengan cara dijebak dan diracun. Kepada polisi Mujianto mengaku tak berniat membunuh. “Hanya mengerjai saja biar kapok,” katanya.
Sebelum melancarkan aksinya, Mujianto mencuri semua nomor telepon calon korbannya dari telepon seluler Joko. Selanjutnya dia menghubungi mereka satu per satu dengan dalih ingin berkenalan. Modus ini cukup efektif mengingat hampir semua korbannya berdomisili di luar Kabupaten Nganjuk.
Setelah merasa cukup dekat, Mujianto mengajak korban bertemu muka di Nganjuk. Setibanya di terminal bus Nganjuk, para korban dijemput Mujianto dengan sepeda motor untuk diajak jalan-jalan. Dalam perjalanan tersebut Mujianto sempat melakukan hubungan badan di tempat-tempat umum. Di antaranya areal persawahan hingga toilet Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Usai berkencan, Mujianto mengajak mampir ke warung untuk makan dan minum. Saat itulah dia meracuni minuman korban hingga sekarat. Setelah korbannya lemas, dia memboncengnya lagi dan menurunkan di rumah warga. Kepada pemilik rumah Mujianto mengaku akan memanggil dokter sebelum akhirnya menghilang.
Kepala Kepolisian Resor Nganjuk Ajun Komisaris Besar Anggoro Sukartono masih menyelidiki pengakuan tersebut. Saat ini polisi masih fokus pada empat korban tewas dan dua korban selamat untuk melengkapi pemeriksaan. “Kami masih akan selidiki sembilan korban lainnya,” katanya.
Dia mengimbau kepada masyarakat yang merasa kehilangan anggota keluarga untuk menghubungi polisi. Sebab hingga saat ini masih terdapat dua jenazah yang belum teridentifikasi di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Sementara dua korban lainnya sudah diketahui sebagai Basori, 42 tahun, warga Pacitan dan Ahya, 30 tahun, warga Situbondo.
Berikut data kejahatan Mujianto berdasarkan data dari Polres Nganjuk:
1.      TKP di Kecamatan Prambon pada 12 Februari 2012,
2.      TKP di Desa Balerejo, (Prambon) September 2011,
3.      TKP di Desa Watudandang (Prambon) 8 Februari 2012,
4.      TKP di Desa Sumberkepuh (Tanjunganom) 4 Februari 2012,
5.      TKP di Desa Getas (Tanjunganom) Februari 2012,
6.      TKP di Desa Glaban (Loceret),
7.      TKP di Dusun Kendal, Kelurahan Kramat, (Kota Nganjuk) Februari 2012,
8.      TKP di Desa Patihan (Loceret),
9.      TKP di Desa Ngepeh (Loceret),
10.  TKP di Desa Kwagean (Loceret) 8 Januari 2012,
11.  TKP di Desa Jatirejo (Loceret) Februari 2012,
12.  TKP di Desa Ngepeh (Loceret) Bulan Puasa 2011,
13.  TKP di Loceret pada 2011,
14.  TKP di Kelurahan Ploso, (Kota Nganjuk) September 2011,
15.  TKP di Kelurahan Bogo (Kota Nganjuk) pada 2011.

Identifikasi:
Untuk menentukan kriteria Mujianto termasuk normal (memiliki hambatan psikologis) atau abnormal (memiliki gangguan psikologis) adalah sebagai berikut:
  • Disfungsi Psikologis : menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan ; integrasi aspek kognitif,afektif,konatif/psikomotorik.
  • Distres ; Impairment (Hendaya) รจ menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik or psikologis.
  • Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan) รจ Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Secara Psikologis, Mujianto pada aspek kognitif yaitu mengalami distorsi kognitif karena hanya masalah kecil dimulai dari cemburu terhadap Joko Suprapto, majikan sekaligus pasangannya yang memiliki beberapa teman dekat. Mujianto tidak tanggung-tanggung meracuni korban hingga meninggal dengan sebelumnya diajak berkenalan, berjalan-jalan di Nganjuk bahkan sampai berhubungan badan dengan korbannya. Di dalam mindset Mujianto, orang-orang yang terlalu dekat berhubungan dengan Joko Suprapto akan membahayakan dirinya karena takut posisi Mujianto sebagai kekasih Joko Suprapto akan tersingkir dan tidak akan mendapatkan perhatian secara utuh dari kekasihnya tersebut. Secara afektif Mujianto merasa cemas dan merasa takut jika ada orang yang terlalu dekat dengan Joko oleh sebab itu, Mujianto nekat meracuni hingga korban tewas. Secara konatis Mujianto menyembunyikan gelagat sebagai homoseksual di depan warga (khalayak ramai) namun ketika ada orang yang terlalu dekat dengan pasangannya, subjek ingin “mengerjai” korban dengan diajak berkenalan, berhubungan badan bahkan sampai meracuni melalui makanan dan minuman hingga meninggal.
Distres; impairment (hendaya) secara fisik subjek tidak melumpuhkan dirinya sendiri/tidak merusak dirinya menjadi lemah/tidak berdaya. Namun subjek secara psikologis subjek memiliki rasa cemas dan ketakutan yang mendalam jika ada orang yang memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan pasangannya, memiliki rasa negative thinking yang berlebihan tidak diselidiki apakah hubungan orang-orang tersebut hanya memiliki hubungan di pekerjaan atau sudah di luar pekerjaan dengan Joko Suprapto bahkan jika orang-orang tersebut mengetahui hubungan antara Mujianto dan Joko Suprapto yang homoseksual akan tersebarluas ke masyarakat luas.
Reaksi atipikal karena di lingkungan masyarakat luas “homoseksual” dianggap awam dan aneh, Mujianto tidak ingin hubungan tersebut diketahui karena nama baik mereka akan tercemar. Selain itu, hubungan “homoseksual” Mujianto dengan Joko Suprapto terlalu overprotektif sehingga masalah sepele dimulai dari rasa cemburu yang berlebihan yang tidak jelas mengakibatkan harus menjauhkan orang tersebut dari Joko hingga menghilangkan nyawa orang.
Dari analysis keseluruhan subjek memenuhi tiga kriteria abnormal.

Case analysis C
Seorang mahasiswa (G) sering gemetaran menghadapi teman-teman yang sering mengejeknya. G telah berusaha melawan perasaan tak aman dan cemas itu, namun belum berhasil. G berusaha terus mengatasi semua keadaannya tersebut. G sekarang terlihat lebih sering menyendiri dan tidak mempunyai teman.

Identifikasi : 

Untuk menentukan seseorang termasuk ke dalam normal atau abnormal, berikut tiga kriteria 

yang termasuk gangguan abnormalitas:
  • Disfungsi Psikologis : menjalankan peran/fungsi dalam kehidupan ; integrasi aspek kognitif,afektif,konatif/psikomotorik
  • Distres ; Impairment (Hendaya) รจ menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik or psikologis.
  • Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan) : Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Dalam hal ini mahasiswa G dilihat dari disfungsi psikologisnya secara kognitif adalah tidak dapat berinteraksi dengan teman-temannya yang sering mengejeknya. Dalam pemikirannya, G men’setting bahwa ada yang berbeda dan aneh sehingga menjadi bahan ejekkan teman-temannya dan G menganggap konsep diri dalam penyesuaiannya rendah dalam kehidupannya sehari-hari di lingkungan kampus. Secara afektif subjek lebih sering gemetaran ketika menghadapi teman-temannya dan upaya subjek mengatasi perasaan tak aman dan cemas itu belum berhasil. G cenderung withdrawal (menghindar) dengan teman-temannya untuk mengatasi rasa gemetaran, kecemasan, ketakutan, dan rasa taka man. Subjek lebih sering menyendiri dan tidak memiliki teman. 
            Distres; impairment (hendaya) subjek G memiliki hambatan psikologis (Kepribadian Premorbid) yang jika terlalu intens akan menjadi pencetus atau mengarah pada gangguan jiwa dan subjek mengalami distrosi kognitif yang bisa membuat subjek selalu gemetaran karena sering diejek oleh teman-temannya. Ada rasa tidak aman dan cemas jika bertemu dengan teman-temannya.
            Reaksi atipikal, dalam lingkungan perkuliahan memang ejekan seringkali dilontarkan namun teman-temannya seharusnya mengurangi ejekan tehadap mahasiswa (G) tersebut karena akan mengganggu kehidupan sehari-hari subjek dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus. Sedangkan untuk mempererat rasa persahabatan/kekeluargaan seringkali mahasiswa saling mengejek dalam arti bercanda yang tidak usah dimasukkan ke dalam hati karena hidup ini tidak harus dijalani dengan serius. Subjek merasa gemetaran ketika bertemu teman-temannya di kampus tetapi ketika di luar kampus siapa tahu subjek tidak mengalami gemetaran, ketakutan, cemas, dan rasa tak aman yang berlebihan dan justru memiliki lebih banyak teman.
Subjek termasuk individu normal karena kurang memenuhi kriteria abnormal, karena subjek hanya memiliki hambatan psikologis dan hanya mengalaminya di kampus. Namun harus berhati-hati jika terus-menerus mengalami kecemasan menghadapi teman-temannya tersebut dan subjek tidak bisa mengatasi hambatan psikologisnya seperti introvert, withdrawl, negative thinking dsb bisa termasuk ke kategori abnormal

Minggu, 19 Februari 2012

Case analysis Kasus C


Landa berusia 25 tahun telah menjalani hubungan perkawinannya selama hampir 2 tahun. Landa selalu merasa ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam bila bersama suaminya. Hal ini tidak terlalu dirasakannya ketika ia bersama orang lain. Suami subjek merupakan figur suami yang otoriter dan overprotekstif. Subjek selalu merasa disalahkan atas setiap hal yang dilakukannya. Subjek merasa tidak berani memberikan pendapat kepada suaminya. Subjek merasa tidak bahagia dengan kehidupan perkawinannya tersebut dan berniat untuk segera   bercerai dengannya tetapi subjek tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya.

Identifikasi : Landa termasuk perilaku yang abnormal karena Landa selalu merasa ketakutan  dan  merasa khawatir yang mendalam bila bersama suaminya walaupun telah menjalani    hubungan perkawinan selama hampir 2 tahun. Ketakutan akan sikap suaminya yang otoriter  dan  overprotektif yang membuat Landa tidak memberikan pendapat kepada suaminya termasuk niat  Landa yang ingin bercerai dengan suaminya tetapi Landa tidak memiliki  keberanian untuk  melakukannya. 

Tekanan batin yang diterima Landa selama 2 tahun hidup  bersama suaminya  membuat Landa merasa bersalah karena selalu disalahkan atas setiap  hal  yang dilakukannya  dan merasa tidak bahagia dengan pernikahannya tersebut. persepsi  Landa terhadap dunia disekitarnya tidak ada yang peduli dengan dirinya termasuk suaminya  sendiri yang terlalu overprotektif kurang memberikan kepercayaan kepada Landa dan Landa  selalu menyimpan masalahnya nya sendiri tanpa memberitahukan kepada sahabat, keluarga atau orang  kepercayaannya tentang hubungan perkawinan yang Landa  merasakan bahwa tidak bahagia hidup dengan suaminya. 

Dalam aspek penyesuaian diri pada pribadi yang  sehat  menunjukkan integrasi berkepribadian yang utuh yang dapat terbebas dari konflik konflik batin namun Landa kurang menemukan penyelesaian dari konflik-konflik batin tersebut  dan memikirkan akibatnya baik-baik jika Landa ingin memutuskan suatu hal dalam keputusan  Landa untuk mengakhiri atau meneruskan hubungan perkawinan dengan suaminya tersebut    termasuk sikap yang akan diterima Landa oleh suaminya suatu saat nanti. Seharusnya Landa  bisa menghilangkan rasa ketakutan jika harus berpendapat terhadap suaminya termasuk tidak merepres masalah yang dihadapi, jika Landa malu untuk membicarakan masalah terhadap  orang tua atau keluarganya, Landa bisa membicarakan masalahnya dengan orang terdekat  atau orang kepercayaannya agar  mengurangi beban pikiran dan masalahnya, setelah itu  Landa membangun integritas untuk pemecahan masalah batin perkawinan dengan suaminya  yaitu berani mengungkapkan masalah yang dihadapi berdua untuk menemukan solusi yang  tepat dan terbaik .  

Usia perkawinan yang baru berjalan 2 tahun memang butuh penyesuaian  antarpasangan termasuk sifat otoriter dan overprotektif sang suami dan Landa semestinya mengetahui cara untuk menaklukan atau memiliki solusi untuk mengurangi sifat suami yang terlalu otoriter dan overprotektif karena untuk menjalankan sebuah hubungan perkawinan tidak hanya dari satu pihak yang dominan namun dari kedua orang tyang menjalaninya tersebut agar pernikahan berjalan harmonis dan merasa bahagia sampai di penghujung waktu :-)

Sabtu, 18 Februari 2012

Pengertian Psikologi Abnormal dan Ciri-Ciri Perilaku Abnormal

Sebelum membahas pengertian psikologi abnormal serta ciri-ciri perilaku abnormal, kita cari tau dulu perbedaan pengertian normal dan abnormal.. cekidot !
 
Konsep normal dan Abnormal
     Menurut Supratiknya (1995) merumuskan konsep normal dan abnormal agak susah dikarenakan
     1. Sulit menemukan model manusia yang ideal dan sempurna,
     2. Dalam banyak kasus tidak adanya batas-batas yang jelas antara perilaku normal dan abnormal

Dalam keseharian orang normal bisa saja melakukan perbuatan atau mengucapkan perkataan yang tergolong abnormal di luar kesadarannya. Sebaliknya orang abnormal bisa saja melakukan perbuatan atau mengucapkan lisan seperti orang normal. terkadang, kita salah mempersepsikan apakah perbuatan atau perkataan diri sendiri atau orang lain termasuk kriteria normalkah ? atau abnormalkah? Oleh sebab itu, diperlukan batas-batas yang membedakan antara normal dan abnormal sehingga kita dapat membedakannya secara jelas.

Definisi umum
Berikut pengertian keadaan normal secara konseptual :
  1. Sehat adalah keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara penuh dan bukan semata-mata berupa absennya atau keadaan lemah tertentu (World Health Organization-WHO)
  2. Karl Meninger, seorang psikiater, memberikan rumusan sebagai berikut "kesehatan mental adalah penyesuaian manusia terhadap dunia dan satu sama lain dengan keefektifan dan kebahagiaan yang maksimum. Ia bukan hanya berupa efisiensi atau hanya perasaan puas atau keluwesan dalam mematuhi aturan permainan dengan riang hati. Kesehatan mental mencakup itu semua. kesehatan mental meliputi kemampuan menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain dan sikap hidup yang bahagia."
  3. H.B. English, seorang psikolog, memberikan rumusan sebagai berikut: "kesehatan mental adalah keadaan yang relatif tetap di mana sang pribadi menunjukkan penyesuaian atau mengalami aktualisasi diri. kesehatan mental merupakan keadaan positif bukan sekedar absennya gangguan mental"
  4. W.W. Boehm, seorang pekerja sosial, memberikan suatu pengertian "kesehatan mental meliputi suatu keadaan dan taraf keterlibatan sosial yang diterima oleh orang lain dan memberikan kepuasan bagi orang yang bersangkutan."
Dari keempat rumusan tersebut menekankan normalitas sebagai keadaan sehat yang secara umum ditandai dengan keefektifan dan penyesuaian diri yaitu menjalankan kewajiban serta tuntutan hidup sehari-hari sehingga menimbulkan perasaan puas dan bahagia.
Beberapa Ciri Orang yang Sehat - Normal
 Berikut ciri-ciri yang pribadi yang sehat-normal menurut aspek penyesuaian diri :
  • Sikap terhadap diri sendiri --> Menunjukkan penerimaan diri (konsep diri); memiliki jati diri yang memadai (positif); memiliki penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh diri sendiri. 
  • Persepsi terhadap realitas --> Memiliki pandangan yang realistik terhadap diri sendiri dan terhadap dunia, orang lain dan benda di sekelilingnya dalam kehidupan kesehariannya.
  • Integrasi  --> Berkepribadian utuh, bebas dari konflik-konflik batin yang melumpuhkan, memiliki toleransi yang baik terhadap stres (dapat menyelesaikan masalah dan memiliki coping stres yang sesuai).
  • Kompetensi --> Memiliki kompetensi-kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang memadai untuk mengatasi berbagai problema hidup dalam kesehariannya.
  • Otonomi --> Memiliki kemandirian, tangggung jawab dan penentuan diri (self determination, self direction) yang memadai disertai kemampuan cukup untuk membebaskan diri dari aneka pengaruh sosial agar tidak terombang-ambing dan terpengaruh secara cepat oleh lingkungan sosial sekitar.
  • Pertumbuhan aktualisasi diri --> Menunjukkan kecenderungan ke arah menjadi semakin matang, kemampuan-kemampuannya dan mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi, semakin bertambah umur diharapkan tingkat kematangan seseorang pun semakin membaik sesuai dengan tingkat kematangan umurnya. 
Nah, setelah mengetahui kriteria ciri orang yang sehat, marilah sekarang kita mengetahui beberapa kriteria abnormalitas. Beberapa kriteria yang dimaksud adalah penyimpangan dari norma statistik, penyimpangan dari norma-norma sosial, gejala "salah suai" (malajudgement), tekanan batin, dan ketidakmatangan.
  1. Penyimpangan dari norma-norma statistik abnormal adalah setiap hal yang luar biasa, tidak lazim, atau secara harfiah yang menyimpang dari norma. hampir setiap kepribadian tersebar dalam populasi orang mengikuti kurva normal yang bentuknya mirip genta/lonceng, di mana dua pertiga dari jumlah kasus terletak pada sepertiga dari keseluruhan bidang yang mewakili populasi tersebut. kriteria ini cocok diterapkan untuk sifat kepribadian tertentu seperti sifat agresif, di mana makin jauh dari nilai rata-rata baik ke arah kiri maupun kanan kita temukan orang-orang dengan tingkat agresifitas ekstrem (rendah atau tinggi), yang dua-duanya berkonotasi negatif. sebaliknya kriteria ini tidak cocok untuk sifat-sifat kepribadian lain, seperti inte;egensi sebab kendati sama-sama abnormal namun genius (ektrem tinggi) jelas mempunyai nilai positif, sedangkan sifat idiot (ekstrem rendah) punya nilai negatif.
  2. Penyimpangan dari norma-norma sosial Menurut kriteria ini, abnormal diartikan sebagai non konformitas, yaitu sifat tidak patuh atau tidak sejalan dengan norma sosial. inilah yang disebut relativisme budaya bahwa apa saja yang umum atau lazim dalah normal. kendati tidak selalu sepakat, namun patokan semacam ini sering berlaku dalam masyarakat. patokan ini didasarkan pada dua pengandaian yang patut diragukan kebenarannya. pertama aalah apa yang dinaliali tinggi dan dilakukan oleh mayoritas selalu baik dan benar. kedua bahwa perbuatan individu yang sejalan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku selalu menunjang kepentingan individu itu sendiri maupun kepentingan kelompok atau masyarakat.
  3. Gejala "salah suai" (malajudgement) abnormalitas dipandang sebagai ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri. Kriteria semacam ini jelas bersifat negatif, artinya tidak memperhitungkan fakta bahwa seorang individu dapat berpenyesuaian baik (well adjusted) tanpa memanfaatkan dan  mengembangkan kemampuan-kemampuannya. tidak sedikit orang yang secara umum disebut "berhasil" dalam menjalani hidup ini, adalam arti hidup "lumrah baik" namun sebagai pribadi tidak pernah berkembang secara maksimal optimal.
  4. Tekanan Batin abnormalitas dipandang sebagai perasaan-perasaan cemas, depresi atau sedih atau perasaan bersalah yang mendalam. namun, ini bukan patokan yang baik untuk membedakan perilaku normal dari yang abnormal atau sebaliknya. Tekanan batin yang kronik seperti tak berkesudahan mungkin memang merupakn indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres. sebaliknya sangat normal bila orang merasa sedih atau tertekan manakala mengalami musibah, kekecewaan dan ketidakadilan. Ketabahan memang merupakan suatu indikator kemasakan menghadpi bencana, namun dalam keadaan biasa wajar misalnya, akan terkesan aneh apabila seseorang merasa gembira menghadapi kematian otang yang terkasih.
  5. Ketidakmatangan Seseorang dikatakan abnormal apabila perilakunya tidak sesuai dengan tingkat usianya, dan tidak sesuai dengan situasinya. misalnya sering sulit menemukan patokan tentang kepantasan dan kematangan. Colemen, Butcher dan Crason (1980) dengan tetap menyadari kekurangannya akhirnya menggunakan dua kriteria yaitu abnormalitas sebagai penyimpangan dari norma-norma masyarakat dan abnormalitas dalam arti apa saja yang bersifat maladaptif. yang terakhir berati apa saja yang tidak menunjang kesejahteraan sang individu sehingga pada akhirnya juga tidak menunjang kemaslahatan masyarakat. kesejahteraaan atau kemaslahatan masyarakat meliputi baik kemampuan bertahan maupun perkembangan-pencapaian pemenuhan diri atau aktualisasi dari berbagai kemampuan yang dimiliki.
Jadi definisi dan ciri-ciri Perilaku abnormal adalah perilaku yang dilakukan di luar batas wajar orang lain pada umumnya (ektrem kiri maupun kanan), menyimpang dari norma sosial atau tata aturan dalam hidup berkelompok sosial (masyarakat), kurang berhasilnya memanfaatkan kemampuan diri individu itu sendiri dalam menghadapi, menanggapi, menangani atau melaksanakan tuntutan-tuntutan dari lingkungan fisik dan sosialnya maupun yang bersumber dari kebutuhannya sendiri, seseorang yang mengalami tekanan batin yang kronik mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan tingkat kematangan seseorang yang tidak sesuai dengan tingkat usianya yang sepantasnya tidak dilakukan.

Nah udah tau kan ciri-ciri perilaku normal dan abnormal... sekarang cari tau definisi psikologi abnormal yuuuk !

Definisi Psikologi Abnormal
Menurut Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.
Menurut Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.
Pada Ensiklopedia Bebas Wikipedia (2009),  pengertian psikologi abnormal dinyatakan “Abnormal psychology is an academic and applied subfield of psychology involving the scientific study of abnormal experience and behavior (as in neuroses, psychoses and mental retardation) or with certain incompletely understood states (as dreams and hypnosis) in order to understand and change abnormal patterns of functioning”.
Sedangkan pengertian abnormal di Merriem-Webster OnLine (2009). Pada kamus online tersebut dinyatakan : “Abnornal psychology : a branch of psychology concerned with mental and emotional disorders (as neuroses, psychoses, and mental retardation) and with certain incompletely understood normal phenomena (as dreams and hypnosis)”
Dari keempat definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Psikologi abnormal adalah salah satu cabang ilmu psikologi  (khusus) dan yang dibahas dalam psikologi abnormal adalah segala bentuk gangguan  mental atau kelainan jiwa baik yang menyangkut isi (mengenai apa saja yang mengalami kelainan) maupun proses (mengenai faktor penyebab, manifestasi, dan akibat dari gangguan tersebut).

referensi :
Ardiani Ardi Tristiadi, m.Si. Psi. 2011. Psi Abnormal. Bdg : Lubuk Agung
http://www.scribd.com/doc/34873082/2/A-PENGERTIAN-PSIKOLOGI-ABNORMAL